Rabu, 22 Juli 2009
Warga Dusun Kentingan Berhasil Mengalirkan Mata Air dari Dasar Sungai Gendol
Rabu, 03 Juni 2009
MotoGP LeMans – France; May 17, 2009
Dani Pedrosa yang berada di pole position langsung melesat cepat ke depan diikuti Casey Stoner, Jorge Lorenzo, dan Valentino Rossi. Kepemimpinan Dani Pedrosa tidak berlangsung lama (bahkan tidak sampai satu lap) karena Jorge Lorenzo yang sudah menyalip Casey Stoner langsung melibas Dani Pedrosa. Tak lama Valentino Rossi juga mulai melibas Casey Stoner dan Dani Pedrosa. Praktis dua rider FIAT YAMAHA itu memimpin di depan. Andrea Dovisiozo juga tak mau kalah, ia juga menguntit Valentino Rossi di posisi ketiga setelah menyalip Casey Stoner dan Dani Pedrosa.
Beberapa lap kemudian, situasi yang cukup kacau namun sangat seru untuk disaksikan adalah ketika sirkuit mulai mengering. Valentino Rossi yang masih di posisi ke dua di belakang Jorge Lorenzo membelokkan kemudinya secara dramatis masuk ke pitstop. Andrea Dovisiozo sekarang yang menguntit pemimpin lomba-Jorge Lorenzo-di posisi ke dua. Valentino menjadi rider pertama yang masuk pit dan ganti motor dengan ban kering. Kemudian beberapa rider di belakang juga tampak turun dari motornya dan naik ke motor lain yang sudah disiapkan teamnya di depan garasi mereka. Valentino Rossi bergegas naik ke motor dengan ban kering dan kembali masuk lintasan. Namun tiba – tiba kamera yang terpasang di bagian ekor motor YZR-M1 (tampak tulisan PETRONAS di sana) menampilkan posisi motor yang ambruk di gravel. Awalnya saya mengira itu adalah Jorge Lorenzo yang sejak tadi memimpin balapan. Tetapi ternyata bukan, itu Valentino Rossi. Terlihat Valentino bersusah payah berusaha mendirikan motornya yang ambruk. Dibantu panitia yang ada di dekat situ, Valentino kembali masuk lintasan meski dengan body bagian depan motor yang cukup berantakan. Dari tayangan ulang, tampak bahwa Valentino terpeleset di lintasan yang masih cukup basah karena memakai ban kering. Valentino Rossi terpaksa kembali masuk pitstop untuk ganti dengan motornya yang tadi (ban basah). Valentino sudah cukup tertinggal jauh oleh rider – rider lainnya. Performa cukup baik justru ditampilkan Marco Melandri rider HAYATE Racing (Kawasaki). Ia berhasil merangsek ke posisi depan. Tak lama kemudian kamera tivi menampilkan personil team FIAT YAMAHA yang memegang papan komunikasi dengan Valentino Rossi bertuliskan BOX. Hal ini berarti Valentino harus kembali ke pit. Valentino tampak turun dari motornya dan berganti ke motor yang lain. Sepertinya motor yang rusak tadi sudah diperbaiki dan sudah diganti ban kering. Kembali Valentino masuk lintasan berusaha mengejar rider – rider lain. Namun baru beberapa saat melaju di lintasan, RACE DIRECTION mengumumkan bahwa rider nomor 46 ROSSI terkena PENALTY karena melakukan speeding di pit lane. Tentu saja hal ini semakin memperburuk posisi Valentino. Mungkin ini adalah hari yang sial untuk Valentino.
Balapan terus berlanjut dan Jorge Lorenzo masih memimpin. Setelah membuat GAP yang cukup jauh dengan rider di belakangnya, ia masuk ke pit untuk mengganti motornya yang sejak tadi masih memakai ban basah. Strategi Jorge memang cukup jitu karena setelah keluar pit, ia masih memimpin balapan. Kali ini yang menguntitnya bukan rider nomor 4 REPSOL HONDA-Andrea Dovisiozo yang masuk ke pit untuk ganti motor, tetapi Marco Melandri-HAYATE Racing (Kawasaki). Marco memacu motor Kawasaki hitam dengan sablon nomor 33 di posisi ke dua. Andrea sekarang di posisi ke tiga. Casey Stoner tampak tak berdaya di sirkuit dengan jumlah tikungan yang cukup banyak ini. Desmosedici GP-9 jelas kurang bisa bersahabat dengan trek sepanjang 4.180 meter dan lebar 13 meter ini.
Sementara itu Dani Pedrosa yang ada di posisi ke empat terlihat sudah mulai menemukan ritme balapan. Menjelang akhir balapan, ketika balapan tinggal menyisakan dua lap, GAP-nya dengan Andrea terus berkurang. GAP di setiap intermediate lintasan menunjukkan selisih yang negatif alias minus. Akhirnya di lap terakhir, pada jarak yang sudah lumayan dekat dengan finish line, Dani berhasil melibas Dovi, rekan satu teamnya sendiri. Harapan Dovi untuk bisa naik podium gagal sudah. Dani finish di posisi ke tiga. Jorge jadi juara LeMans diikuti Marco di tempat ke dua. Jorge tampak sangat gembira dengan kemenangan ini dan merayakan LORENZO’s LAND dengan menancapkan bendera bertuliskan LORENZO dengan logo EX-FUERA-nya.
Jumat, 15 Mei 2009
Jumat 25 Juli 2008
Jumat July 25th 2008
Pagi agak siang kuterbangun setelah semalam aku melek sampai pagi sekitar jam 03.30 karena asik maen internet gratis. Kemaren aku juga abis nyengsu bareng Bodhong, Noel, Fanny, Topan, Bojez, Agus, Yuge, Wita, dan Ephik di rumah Cipit.
Pagi ini sambil internetan gratis lagi, aku sms Mas Agus mao pesen MicroSD buat hapeku, dan katanya bisa. Siangnya aku disuruh ke konternya agar Mas Agus bisa melihat hapeku.
Sore hari aku ditelpon Mas Agus suruh ngambil MicroSD-nya. Akupun keluar rumah sambil membawa beberapa tugas. Pertama Fotokopi pengumuman lomba volly di Klewer, kemudian menyerahkan surat kepada Pak Barman, selanjutnya mengambil surat undangan untuk Bapakku di tempat Mas Sarno, dan yang terakhir ke konter Ramadhan Cell. Di sana sudah ada salesnya Mas Agus dengan barang pesananku. Mas Agus dan Sales itu menawariku card reader juga untuk alasan keamanan transfer data ke hape. Mereka membandrol harga Rp35.000. Aku memutuskan tidak beli card readernya dulu. Besok aja coba di Mozes. Ketika aku mau pulang, Mas Agus memanggilku dan mengembalikan uang Rp5.000 dari Rp55.000 yang kubayarkan kepadanya.
(Javanese Language)
Bengine aku mangkat Ngepos. Ning Kulonne Supri mung ana Supri, Enci, Pomo, karo Djembloh. Gonel lan Mas Agus ora njedhul. Aku bingung arep mangkat ora, lha wong le ngepos we nenggone Jumadi rak yho aku rada miris nek liwat kulon Jaratan dhewe. Yo wis aku manteb mangkat bar pamitan karo wong papat mau. Aku banjur ngulon nenggone Pairo arep njupuki beras. Arahku ngalor sisih kulon dalan. Ananging nggone Pak Topo semubeng kae melu tak jupukki. Aku terus bali mulih sikik arep jupuk senter. Sawise kuwi aku langsung ngalor liwat nggone Lek Tukijo terus ngalor liwat etanne Mas Yanto. Lha neng kene ini aku wedi tenanan. Wetanku Jaratan medheni banget. Aku mlaku terus maju munggah pager kidul omahe Sigit Kecrot karo rada merinding. Ning duwur kene iki aku ngliwati papringan singup ning kiwo lan tenganku. Bablas wae aku mlaku rada banter nganti tekan ngarepane Sigit Kecrot. Aku isoh rada nyantai pas tekan kene iki. Bar kuwi aku rada wedi meneh pas liwat Watu Tumpang. Banter wae anggonku mlaku karo nyenteri dalan. Sukur aku iso tekan nggone Jumadi kanthi slamet. Neng kono wes ono Lek Daliman karo Mas Catur. Dadine sing ngepos yho mung wong telu kuwi ditambah Pak Jumadi.
Jam 01.20 aku mulih karo Mas Catur. Lek Daliman isih nglekar wae. Aku bali liwat dalan mau ngidul dhewe. Tekan ngomah aku weruh ibuk isih njahit lan rika isih dolanan hape. Aku nyetel komputer eneh lan internetan meneh nganti jam 03.00.
(Translationnya Javanese Language di atas)
Malamnya aku berangkat ronda. Di sebelah barat rumah Supri cuma ada Supri, Enci, Pomo, dan Djembloh. Gonel dan Mas Agus gak muncul. Aku bingung mau berangkat ato enggak, soalnya ronda malam ini bertempat di rumah Pak Jumadi, tentu saja aku agak ngeri kalo lewat sebelah barat kuburan sendirian. Ya udah aku mantap berangkat setelah berpamitan dengan keempat orang tadi. Aku jalan ke barat menuju rumah Lek Pairo mao ngambil beras jimpitan. Arah jalanku ke utara di sisi barat jalan. Tetapi aku juga mengambili beras jimpitan di sekeliling rumah Pak Topo. Kemudian aku pulang dulu untuk mengambil senter. Setelah itu aku langsung berjalan ke utara lewat rumah Lek Tukijo lalu ke utara lagi lewat sebelah timur rumah Mas Yanto. Di tempat inilah aku benar – benar merasa ngeri. Di sebelah timur jalanku adalah kuburan yang serem banget. Aku maju jalan terus saja lalu naik pagar bebatuan di sebelah selatan rumah Sigit Kecrot sambil agak merinding. Di atas sini aku melewati kumpulan pohon bambu di sisi kiri dan kananku yang penuh dengan suasana mistis. Aku melaju saja terus dengan agak cepat sampai halaman rumah Sigit Kecrot. Aku bisa agak nyantai ketika sampai tempat ini. Setelah itu aku jadi agak ngeri lagi ketika mau melewati Watu Tumpang. Cepat saja aku berjalan sambil menyenteri jalan. Bersyukur aku bisa sampai rumah Pak Jumadi dengan selamat. Di dalam sudah ada Lek Daliman dan Mas Catur. Anggota yang hadir ronda Cuma tiga orang, ditambah Pak Jumadi. Jam 01.20 pagi aku pulang bersama Mas Catur. Lek Daliman masih terlelap di atas tikar. Aku pulang melewati jalan yang tadi sendirian lagi karena Mas Catur jalan ke arah utara.
Gempa Bumi di Bawah Beringin Sendangsono
Setelah dirasa cukup, kami berempat naik melalui tangga menuju ke arah Cicus berdiri. Agung membawa air dalam botol air mineralnya, sementara Gendhonk dengan jirigen kecilnya. Sampai di atas kami berlima menyalakan lilin di antara puluhan lilin lain yang menyala di atas bebatuan. Di belakangnya kami bisa melihat Patung Bunda Maria yang seakan bergerak – gerak tertimpa cahaya lilin – lilin kecil kami. Rupanya kami tak sendirian di tempat itu. Karena kami melihat ada seorang yang duduk sendiri dan menundukkan kepalanya. Ada juga seorang yang sedang tertidur pulas tepat di samping pohon beringin besar.
Setelah itu kami berlima duduk bersila di depan lilin – lilin kecil yang cahayanya bergoyang terkena hembusan dingin angin malam. Kamipun terdiam, memejamkan mata, dan mulai berdoa. Namun baru lima menit kami berdoa, tiba – tiba “Kelotak, kelotak , kelotak…” terdengar suara aneh dari atap bangunan altar di depan kami yang kemudian berhenti sesaat dan disambut dengan getaran aneh. Suara itu terdengar lagi lebih keras sekarang dan aku bisa merasakan tanah di bawahku telah bergoyang ke kiri dan ke kanan. “Gempa Dhonk!!” ucap Agung lirih di sampingku. Jantungku benar – benar berdebar kencang sekarang. Perasaan benar – benar tidak karuan. Pikiranku berisi tentang cerita akhir dunia. Aku semakin takut dan tak berhenti mengucapkan doa sementara getaran di bawahku tak juga kunjung berhenti. Pohon beringin di belakang kami juga ikut berisik. Dari atas muncul suara – suara seakan pohon raksasa itu akan menjatuhkan sesuatu. Dan ternyata benar, aku bisa mendengar ranting – ranting kecil berjatuhan tepat di sampingku. Namun tak tahu mengapa kami belima tetap saja duduk tenang. Kami tak peduli lagi dengan apa yang mungkin akan terjadi pada kami. Tak lama tanah di bawah kami mulai berhenti bergoyang. Aku mulai berusaha mengendalikan laju nafasku. Sampai akhirnya suasana kembali hening. Hanya terdengar lirih suara nafas orang – orang yang sangat ketakutan.
Setelah itu kami semua meninggalkan tempat kami berdoa sambil saling bercerita tentang pengalaman luar biasa yang baru saja kami alami. Perasaan takut itu masih membekas di hatiku yang tak jarang membuat tubuh merasa merinding.
Sampai di pendapa, kami berlima masih berbincang – bincang sebelum akhirnya merebahkan badan yang terbalutkan dinginnya malam yang kejam.